25 February 2008

Up date, Pajak, Rokok, dan Kesehatan

Setelah beberapa teman mengusulkan untuk meng-up date tulisan di blog saya ini. Maka saya memberanikan diri untuk menulis lagi. Sebenarnya saya bukannya malas. Tapi selama ini saya memang sangat sulit untuk menulis. Selalu putus di tengah. Dan berakhir menjadi draf saja di arsip saya. Belum hutang yang menumpuk di bawah meja saya. Ya, hutang untuk membaca buku-buku yang sudah saya beli atau pinjam. Di tambah sekarang saya berusaha disiplin dengan jam kantor. Hehehe, maklum selama ini saya termasuk pegawai yang suka-suka saja kalau masuk kantor. Tetapi setelah bertambah ketatnya pengawasan dari kantor membuat saya harus mendisiplinkan diri saya. Terutama dalam hal kehadiran. Saya berdisiplin juga dikarenakan kesadaran bahwa selama ini saya dibiayai oleh rakyat.

Ya, dari pajak merekalah keringat saya di bayar. Paling tidak saya harus menghargai orang-orang yang sudah meneken kontrak mati dengan perusahaan-perusahaan rokok. Terhitung pada tahun 2006 penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok yang merupakan single commodity mencapai Rp 52 triliun. Sebuah angka yang fantastis dibandingkan dengan anggaran kesehatan yang hanya berjumlah 13,6 triliun rupiah atau hanya 6,7% dari APBN 2006. Ternyata negara setelah mempermudah rakyatnya sakit, tidak dapat membuat hal serupa agar rakyatnya sehat kembali.

(baca lanjut)

4 comments:

Anonymous said...

sebenernya pemerintah bisa ngurangin angka kemiskinan kalo ngurangin import. sekarang ini apa-apa serba diimpor yang ngebikin kaum petani dan pengusaha kecil2an dalam negeri makin menyedihkan hidupnya. coba kalo pemerintah lebih memperhatikan kaum ini pasti bisa mengurangi angka kemiskinan,,,

ichal said...

"Negara atas nama pembangunan mempermudah rakyatnya sakit dan atas nama pembangunan juga mempersulitnya ketika rakyat ingin sembuh"

DILEMATIK...???!!!!!!!

SELAMAT JUGA BUAT RUMAH BARUNYA YG WARNA PUTIH.

sayurs said...

yang saya bayangin justru :
bagaimana seandainya semua perokok menghentikan kebiasaannya, maka jumlah pajak dari cukai (yang akhirnya buat mensubsidi rakyat miskin) menurun bahkan hilang, pengangguran menggurita dari buruh linting, sementara aku berhenti merokok demi kesehatan pribadiku..
ah.. biarlah badan ini sedikit terganggu, demi buruh linting, demi pajak / subsidi si miskin..
wkakakakakaaaa....

Anonymous said...

i go with you mas sayur, coba kalo sebagian besar perokok di Indonesia berhenti dari hobinya itu, gak kebayang khan, bisa-bisa jumlah pengangguran semakin naik, dan.... dan....
seorang perokok itu akan mendapat pahala yang besar kalo dia merokok dengan niat membantu negara dalam mengentaskan kemiskinan.
salam, dji sam soe, merdeka....
wakakakakaka