Kumpulan awan terus berada bersamaku. Awan-awan itu sudah menutupi wajahmu dariku. Kutahu engkau ada dibalik itu, mungkin menungguku. Sementara membayangkanmu saja membuat aku senyum atau menangis pilu. Ingatanku kembali pada pertemuan-pertemuan kita dahulu. Ada tawaku, senyummu, air mataku juga belaian lembutmu dikepalaku.
Kuingat renyah suaramu saat obrolan kita,walau kadang aku tak percaya bahwa kau ada disisiku dan duduk menemaniku. Kupikir, aku mulai gila denganmu. Ah, bukankah aku memang gila? Aku menggilaimu saat aku mulai mengenalmu.
Ta, itu panggilanku untukmu. Namun belakangan ini aku lebih suka memanggilmu dengan sebuatan Rob. Terdengar cukup akrab, walau kadang aku menghujatmu dan berteriak memanggil "
hei" atau "
kau", itu karena aku merasa begitu akrab atau emosional terhadapmu. Ya, menyebut namamu dengan versiku suatu hal yang sangat karib bagiku. Tak ada batas rasanya, dan hanya ada kau dan aku.
Tak bisakah kau berubah menjadi kabut, agar bersama awan aku bisa melihatmu? Jangan marah Rob, bukan aku ingin menurunkan derajatmu. Aku hanya ingin selalu dekat denganmu, setiap saat bisa memandangmu ketika kau berada diantara awan-awan itu. Mendengar suara renyahmu. Apakah sulit bagimu?
(read more)