22 June 2007

Jejakku ; Mendaki Lawu

Stasiun Tanah Abang di malam yang masih sangat muda. Dalam perut KA Bengawan kugolekan tubuh bercampur kumuh, dekil dan bau yang menyatu bersama cinta. Bau keringat sahabat -sahabat yang belakangan ini coba kuakrabi untuk membaca-nya. Membaca bahasa-bahasa mu yang terserak sepanjang perjalanan.

Ular raksasa yang kutumpangi masih tetap tak perduli, berlari menembus pekat sambil mulutnya rakus menelan jarak dan asapnya sendiri. Menjelang Cirebon, Bumiayu, lalu Purwokerto terlewat ditengahnya malam. Menyusul Kroya, Gombong dan Kuthoarjo ketika langit di timur menyala. Jogja terlewat bersicepat dengan pagi, dan Solo Jebres terhenti di sepenggalah matahari.

Dan dingin langsung mendekap erat ketika Tawangmangu terus naik ke Cemoro Kandang. Ah, nasi pecel Pak Mo rasanya masih abadi seperti dulu. Sepotong tempe goreng, telur dadar, teh manis berteman latar-belakang kampung-kampung dikaki kejauhan bukit terasa khidmat. (read more)

8 comments:

Anonymous said...

Wah, jauh betul Hanum mengelana. Seperti episode baru pertemuan di bukit Sinai. :)
Tidak ada yang salah dalam mencintai. Bawel hanya salah satu bentuk kepedulian kan?
Dengan kualitas hatiku pun cara mencinta seperti ini pasti sangat berkenan, apalagi buat dia yang mahakualitas.

Anonymous said...

Pertama...makasih buat doanya Num...niatan buat takziah bikin aku terharu & pengen nangis jadinya.
Kedua...ini cerita buat siapa? Apakah si "Mu" bener orang yang dikau cintai? Agak bingung nih he he... telmi kalik?!

sayurs said...

Cemoro kandang, Pak Mo, Penggik... ya Allah.. wonderfull!! tapi Num kok ga ajak2 klo mo ke Lawu :D

Vie said...

Han, dunia memang tidak selamanya ramah terhadap orang bawah kolong!
Atau keramahan hanya untuk orang-orang yang berada diatas birunya awan nan tinggi.

Han, terus terang tulisanmu itu begitu menggigit. Pernah nyoba dibukuin gak?! Aku serius lho! Tiap orang punya ciri khas tersendiri gaya penulisannya.

Nih, kukenalin, anakku namanya Tamara . Umurnya baru 12 masuk 13 Oktober nanti. Lahir di Medan. Bener, dia itu anak Medan! Sekolah naik kelas 8 dan straight A student *I'm proud mommy*. Segitu dulu ya Han. Mana oleh2nya yg lain?!

Mashuri said...

kayaknya gunung Lawu cukup tinggi ya, sehingga bikin kamu sesak?....

ayu said...

wanita tangguh:)

Anonymous said...

biasanya, orang-orang yang sedang dalam perjalanan hanya mampu melihat kota beserta isinya, atau gunung beserta pohon-pohon dan semak-semaknya. Saat melintasi kota, mereka hanya melihat penduduknya yang bermacam-macam dengan aktifitasnya yang juga beraneka ragam. Jarang sekali yang mampu melihat dia. Apalagi mampu menggugat dia.

tapi, kenapa mesti bertaya lagi, kalau sudah tahu bahwa jawabnya ada dalam diri sendiri? dia bisa ada, hadir, dan menepati janjinya jika kita mau mengambil kesempatan yang dia sediakan: menjadi manusia yang mewakili keberadaandia.

memang melihat dia bukan perkara mudah dan kemampuan yang cukup sulit. tapi jauh lebih sulit untuk membuat dia benar-benar ada di sini, di dunia ini.

Jobove - Reus said...

felicitations !!!

We happen from chance and have remained a good moment, regards from Catalunya - Spain