03 August 2007

RESEP

Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba,meski hanya terbaring digerobak ayahnya Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6/2005) pukul 07.00. Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya.

Ya, hidup negara ini sudah begitu kejam. Jangankan untuk hidup, bahkan untuk matipun sulit. Kalau kau miskin maka jangan mati, karena kau akan bernasib sama seperti Khaerunisa nanti. Ternyata Negara ini belum berpihak kepada si miskin. Memberantas kemiskinan hanya omong kosong belaka, ternyata si miskin tetaplah miskin. Dan ini terjadi di negara yang beragama dan Pancasilais. Lalu dimana letak kemanusiaan?

Lalu aku tercenung melihat kedalam diriku. Apa yang sudah aku lakukan? Apakah aku harus menunggu negara pulih? Karena obat-obatan lama telah resisten dengan penyakit bangsa ini. Perlu resep baru yang lebih manjur agar keadilan menjadi keadilan yang merata. Tidak hanya berpihak kepada yang mampu tapi juga kepada yang tidak mampu. (read more)

NB: tulis ini juga untuk memenuhi janji sebuah postingan tentang resep favoritku. Dan ini resepnya. Resep yang coba terus kucicipi dan mengolahnya menjadi hidangan yang nikmat yang disantap tidak dengan keterpaksaan namun dengan keikhlasan dan kebersyukuran.

3 comments:

Elvi said...

Kalau kita tidak bisa merubah dunia, kita bisa menolong satu umat! Jadi mulailah dari yang kecil2 dulu. Kata orang tidak perlu menjadi juara, kalau kita bisa menjadi peng-inspirasi untuk sang juara, kan lebih mulia?! Iya kan?!

Vie said...

Sepertinya posisi Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab itu sudah tidak di tempat #2 lagi. Ntah diposisi # berapa, #100 kali ya.
Begitu juga keadilan sosial.

Anonymous said...

fakir miskin, anak yatim, dan anak terlantar dipelihara oleh negara.....padahal begitu ya kira-kira yang terdapat dalam UUD 1945 (maupun yang sudah diamandemen)

buktinya?

di setiap pertigaan, perempatan, perlimaan, lampu merah...mereka masih 'terseok-seok' seolah kita menanya:di dan kemana janji negara?